Transendensi Diri

Dalam Luapan Belas Kasih dan Kerahiman Allah

Transendensi diri merupakan jalan untuk menjadi manusia autentik. Menjadi manusia autentik tidak berarti menjadi manusia sempurna. Dorongan akan transendensi diri bisa lahir dari motivasi yang tidak sehat dan tidak tulus. Orang melakukan proses transendensi diri bisa lebih karena tekanan dari the tyranny of should/tirani keharusan. Ia menjalaninya dalam keterpaksaan yang melelahkan. Tirani keharusan ini telah meninggalkan luka-luka batin dalam hidup seseorang. Lukaluka batin tanpa perspektif dan pengolahan yang baik telah melahirkan pribadi-pribadi yang sukses, namun rapuh, terpecah-pecah, dan terluka.

Transendensi diri yang ditawarkan dalam buku ini adalah sebuah tanggapan dari seorang pribadi yang mengalami belas kasih dan kerahiman Tuhannya. Ia tidak terpaksa untuk melakukan proses transendensi diri. Akan tetapi, ia melakukannya sebagai ungkapan kecintaan pada kehidupan yang dia terima dari Sang Sumber Kasih, yaitu Allah sendiri. Ia menanggapi sebagai panggilan kemanusiaan untuk terus bertumbuh menjadi seorang pribadi yang mencintai Tuhan, sesama, semesta, dan dirinya sendiri. Dalam proses ini, ia tidak mengejar kesempurnaan tetapi ia bertumbuh untuk terus merangkul ketidaksempurnaan dalam luapan kasih dan kerahiman Allah. Selamat Membaca!.

Penulis : Wilhelmus I. Gonsalat Saur OFM | ISBN : 978-979-565-945-7 | 84 hlm